Outing Class dengan Potensi Lokal, Inovasi SMPN 2 Girimarto

SMP Negeri 2 Girimarto berinovasi dalam pembelajaran. Salah satu inovasi yang dilakukan adalah  outing class dengan potensi lokal. Inovasi ini dilaksanakan pada pembelajaran Prakarya dengan memberikan inspirasi nyata pengolahan, pengemasan, serta pemasaran tempe keripik berbahan dasar kacang kedelai.

Menurut penanggung jawab inovasi, Eko Purwanto, tidak jauh dari sekolah, yaitu di Desa Jendi, terdapat sentra pengolahan tempe keripik berbahan dasar kacang kedelai. “Siswa perlu mendapatkan pengalaman langsung yang bermakna, maka siswa kami ajak langsung untuk berkunjung sekaligus mengamati proses pembuatan tempe keripik di daerah Jendi Girimarto,” kata Eko.

Eko menambahkan ada beberapa dusun di Jendi yang menjadi sentra pengolahan kedelai menjadi tempe keripik. Pengrajin tempe keripik ini terpusat di 3 dusun, yakni Jendi, Dologan, dan Gondangmanis.

Menurut Eko, mata pelajaran prakarya bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berkarya peserta didik.  Mata pelajaran ini berkaitan erat dengan pola mengasah kemampuan anak untuk menemukan kemampuan terbaiknya dalam berkarya.

“Pada mata pelajaran prakarya, teradapat Kompetensi Dasar mengenai pengolahan serealia, kacang-kacangan dan umbi umbian menjadi bahan pangan. Pengolahan ini diharapkan dapat menjadikan inspirasi bagi siswa untuk mengembangkan potensi dirinya tentang pengolahan, pengemasan serta pemasaran terahadap tiga bahan pokok tersebut.  Pada pelaksanaan pembelajaran yang sudah berlangsung sebelumnya, siswa mempraktikkan memasak tiga bahan tersebut, secara garis besar, yang mereka olah hanya itu – itu saja. Tidak menunjukan sisi jual dan kreasi yang bisa ditonjolkan,” pungkas Eko.

Ditemui di sela kesibukan, Kepala SMPN 2 Girimarto, Agus Dwianto, menyatajan bahwa pola kunjungan ke industri pengolahan yang dekat ternyata mampu merubah pola pikir peserta didik.

“Sebelum melaksanakan kunjungan ini mereka tidak memiliki gambaran tentang bagaimana dan apa yang bisa diolah dari kacang kedelai. Setelah melakukan kunjungan dan juga mencoba beberapa proses pembuatan, siswa sudah bisa terbuka pemikirannya mengenai pengolahan bahan dasar kacang kedelai,” imbuh Agus.

Menurut Agus, inovasi pembelajaran ini sekaligus mengasah jiwa kewirausahaan siswa. “Selain itu, inovasi ini menghasilkan kemitraan timbal balik antara sekolah dan pelaku industri. Sekolah mendapat ilmu pengolahan, kemudian pelaku industri bisa memasarkan produknya. Sistem ini bisa menjadi kerja sama sekolah dengan pihak luar,” pungkas Agus. (AD)